Hey friends... Kali ini saya akan
berbagi sedikit ilmu tentang cara membuat tablet. Ya, tablet.
Tapi tolong jangan dulu berpikir
tentang prosesor, RAM, memori intenal, resolusi kamera, dimensi layar, dsb.
Singkirkan segala yang berhubungan dengan gadget karena yang akan saya
bicarakan di sini adalah tablet yang biasa kita minum kalau sedang sakit.
Pada umumnya, sebagian besar
tablet mengandung lebih sedikit bahan aktif jika dibandingkan bahan penolongnya (baca: eksipien). Sebagai contoh, misalnya tablet CTM 4 mg dibuat menjadi tablet dengan bobot total 100 mg. Mengapa begitu? Volume 4 mg CTM itu sangat kecil, kira-kira
hanya ½ dari sebutir beras. Bisa dibayangkan, bagaimana cara mencetak serbuk
sesedikit itu. Oleh karena itu lah ditambahkan eksipien agar jumlahnya
mencukupi untuk bisa dicetak.
Di sini kita akan menggunakan
salah satu metode pembuatan tablet dengan cara granulasi basah. Apakah itu?
Secara sederhana, granulasi adalah proses untuk menghasilkan granul (butiran)
bahan obat dan eksipien yang dosis dan ukuran butirannya seragam, supaya aliran
granul saat dicetak bagus dan bobot tablet yang dihasilkan seragam. Nah, karena
prosesnya menggunakan cairan maka disebut granulasi basah.
Bahan aktif dan eksipien dimixing terlebih dahulu
hingga merata (homogen) di dalam granulator, kemudian ditambahkan sedikit
cairan pengikat sambil terus diaduk hingga homogen. Proses ini mirip seperti
orang yang sedang mengaduk adonan kue (eh, awas jangan malah liatin yang nguleni adonan
:p).
Selesai pencampuran basah,
campuran dilewatkan sebuah ayakan sehingga dihasilkan butiran granul basah.
Granul basah ini kemudian dikeringkan dalam oven atau pengering lainnya pada suhu dan lama waktu tertentu.
Granul yang sudah kering
dikumpulkan, kemudian jika diperlukan dapat diayak lagi dengan ayakan yang
lebih kecil supaya ukuran granul kering lebih seragam. Granul kering kemudian
dicampur dengan bahan lain seperti bahan penghancur dan bahan pelicin lalu
dicetak/dikempa menggunakan mesin tablet.
Oiya, kalau tabletnya perlu
disalut (dilapis), seperti contohnya tablet Enervon C, Neurobion, Disolf, dsb,
maka masih perlu tahap lanjutan yaitu penyalutan tablet. Tablet-tablet yang
sudah dicetak tadi, akan dimasukkan dalam sebuah panci penyalutan untuk
disalut. Tolong jangan membayangkan panci penyalutan ini seperti panci untuk
masak mie instan atau untuk merebus air buat mandi ya. :p
Selama penyalutan, panci akan
diputar terus menerus sambil diberi udara panas, sementara tablet akan
disemprot dengan cairan penyalut. Proses penyalutan ini bisa berlangsung dalam
waktu 4 jam/lebih atau bahkan seharian, tergantung tingkat kesulitannya.
Kalau saja tablet-tablet yang
disalut itu punya mulut, mungkin mereka akan berteriak-teriak karena basah,
kepanasan, dan pusing. Ya, untungnya mereka tidak sampai masuk angin.
Penyalutan sudah selesai, namun
masih ada lagi proses yang harus dijalani. Aduuh, apa lagi? Tablet-tablet
tersebut akan dimasukkan ke dalam mesin pengemas sesuai kemasan yang digunakan:
strip, blister, atau botol. Terakhir, mereka akan dimasukkan dalam kemasan
sekunder, biasanya berupa dus.
Untuk menjadikan sebutir obat, ternyata tahap yang dilalui tidaklah mudah. Prosesnya cukup panjang dan mungkin melelahkan, namun setelah terlewati, mereka akan menjadi sesuatu yang berguna untuk menyelamatkan hidup manusia. :)
Untuk menjadikan sebutir obat, ternyata tahap yang dilalui tidaklah mudah. Prosesnya cukup panjang dan mungkin melelahkan, namun setelah terlewati, mereka akan menjadi sesuatu yang berguna untuk menyelamatkan hidup manusia. :)
Bahan aktif dan eksipien harus mengalami tempaan berkali-kali sebelum berhasil menjadi obat.
Begitu juga manusia.
Komentar