Sejak hari Minggu kemarin, teman-teman di media sosial banyak yang update status, pasang profil picture/ display picture bertemakan 70 tahun Indonesia Merdeka. Bahkan tidak sedikit juga yang share kegiatan di RT atau kompleks perumahannya. Ada yang menang juara lomba kerupuk, ada yang ikut pertandingan sepak bola sarung, panjat pinang, dll. Gara-gara itu juga, latihan nyanyi yang sebenarnya dijadwalkan hari Minggu, terpaksa ditunda dulu. Eh, kenapa malah jadi curcol ya? :d Oke, cukup, lupakan saja bagian terakhirnya.
Ngomong-ngomong soal berbagi momen seperti di HUT RI ini, gadget menjadi barang wajib untuk dibawa kemana-mana. Bahkan mungkin bisa ngalah-ngalahin dompet (ya kali ya). Memang sih, tidak bisa dipungkiri, majunya teknologi membawa banyak perubahan yang memudahkan hidup sehari-hari. Dulu kalau ada saudara hidup di rantau, media komunikasi yang paling banter menurut saya ya sepucuk surat yang dikirim lewat pos pake perangko. Suratnya dikirim kapan, sampainya kapan. Itupun kita tidak tahu apakah suratnya sudah sampai, apakah sudah dibaca atau belum. Tentu tidak semudah sekarang di mana, notifikasi pesan sampai dan atau dibaca, kelihatan dari tanda “D”, “R”, “√”, atau “√√”. Yang jauh, menjadi terasa dekat.
Jaman dulu, ponsel (HP) tidak bisa terhubung satu sama lain, kecuali hanya untuk telpon dan sms. Itupun tarifnya juga tidak murah. Beruntung kemudian ditemukan teknologi nirkabel lainnya seperti inframerah, bluetooth, dan internet. Untuk diketahui saja, asal nama bluetooth diambil dari nama seorang raja Denmark abad 10, Harald Blatand a.k.a Harold Bluetooth yang berhasil menyatukan suku-suku yang sebelumnya berperang. Dengan analogi seperti itu, bluetooth memungkinkan benda mati yang sebelumnya tidak saling mengenal, untuk saling terhubung dan dekat.
Dulu, adalah mustahil membuat benda yang lebih berat daripada angin untuk melayang/terbang, tetapi kemudian Wright bersaudara diklaim membuatnya mungkin. Berkat penemuan itu, transportasi antar kepulauan, negara, bahkan benua bisa dilakukan lebih cepat. Tanpa mode transportasi ini, bisa dibayangkan tidak jika ada karyawan di ibukota yang hanya punya libur 2-3 hari, tetapi ingin liburan ke Rajaampat, Papua? Teknologi, membuat yang tinggal berjauhan bisa segera berjumpa tanpa harus lumutan di perjalanan.
Beberapa contoh di atas menunjukkan bahwa para periset telah berhasil berinovasi untuk mempermudah komunikasi dan transportasi. Dari tidak ada menjadi ada, dari tidak mungkin menjadi mungkin, dari lama menjadi cepat, dari yang jaraknya bermil-mil, menjadi terasa dekat. Saya pikir, teknologi telah berhasil memupus jarak yang ada.
Kini, manusia sedikit agak berkebalikan dengan fakta tentang teknologi. Adalah kenyataan bahwa dari sejak dahulu kita sama-sama perlu makan, perlu minum air, menginginkan tempat untuk berteduh, untuk hidup aman dan nyaman bersama orang-orang terkasih, dsb. Jauh sebelum teknologi berkembang, yaitu sejak bisa mendengar dan bicara, kita sudah bisa saling berkomunikasi dan menjadi dekat satu dengan yang lain. Seiring waktu berjalan, ketika disadari ada perbedaan antar manusia, entah beda bahasa, beda tinggi badan, rambut, warna kulit, suku, ras, golongan, dsb, mengapa malah menciptakan jarak? Padahal kita tinggal di bumi yang sama, bahkan mungkin di negara yang sama. Perbedaan memang akan selalu ada, bahkan orang yang kembar saja pasti ada bedanya. Lalu mengapa kita tidak mencari persamaannya saja, supaya kita dapat berjalan bersama-sama?
Semoga di peringatan HUT RI ke 70 ini, kita semakin mampu memupus "jarak", untuk bersatu di tengah keberagaman Indonesia. Salam satu negeri.
Dirgahayu Indonesia!!

Komentar