Langsung ke konten utama

Ayah, anak, dan mie instan

Ada seorang ayah (duda) mempunyai anak laki-laki yang berumur kira-kira 10 tahun. Karena tidak ada anggota keluarga lain dan juga tidak ada pembantu di rumah, maka segala keperluan anak diurus sendiri oleh ayah.
Ayah bekerja di kota yang letaknya cukup jauh, sehingga harus berangkat pagi. Sebelum berangkat, ia selalu menyiapkan sarapan untuk anaknya meskipun seringkali hanya dengan lauk telur dadar.

Si anak tahu bahwa ayah harus bekerja keras agar mereka bisa hidup. Karena itu, apa yang dikatakan ayah selalu dilaksanakannya, misalnya  segera bangun dan mandi sebelum berangkat sekolah, makan makanan yang sudah disiapkan, tidak main air hujan, tidak mencoret-coret tembok, dsb. 

Suatu hari, cuaca sedang tidak bersahabat. Hujan turun sepanjang hari mengakibatkan jalan-jalan tergenang air sehingga terjadi kemacetan. Ayah yang sehari-hari mengandalkan angkutan umum, akhirnya terlambat sampai rumah. Entah itu jam berapa saat ia  mendapati anaknya sudah tertidur di depan tv.

Begitu lelahnya ayah dengan pekerjaan dan perjalanan hari itu, sehingga begitu membuka pintu kamar ia segera merebahkan diri di kasur tanpa ganti baju atau mandi terlebih dahulu. Baru saja kepalanya menyentuh bantal beralaskan lipatan selimut tadi malam, terasa ada sesuatu yang basah dan agak hangat menyentuh kepalanya.

“Astagaaaa!!! Apa ini??”, teriak ayah yang kemudian membangunkan si anak.

Ketika diangkatnya lipatan selimut itu, terlihat sebuah mangkok berisi mie instan rebus yang tumpah ke bantal dan kasur. Si anak menghampiri ke kamar.



“Oh, ayah sudah pulang?”, tanyanya.

Ayah segera mengambil kain untuk membersihkan bantal dan selimut sekenanya.
Namun, akibat sedang begitu capek dan terlanjur kesal, terlebih dahulu di pukulkannya kain itu ke tangan anaknya.

“Apa yang barusan kamu lakukan?”, kata ayah dengan nada tinggi. “Lihat semua nya basah! Apa sih maksudmu ini? Bukankah ayah sudah juga sering bilang, jangan menggunakan kompor atau api kalau tidak ada orang dewasa yang mengawasi?”.

Si anak menunduk, tahu kalau ia berbuat kesalahan. Untuk beberapa saat ia hanya terdiam sambil melihat ayahnya membersihkan sisa-sisa mie.

Akhirnya si anak memberanikan diri untuk bicara. “Maafkan aku ayah. Aku membuat semuanya jadi kacau. Tadi aku begitu lapar, tetapi ayah belum pulang. Aku tahu, aku tak boleh menggunakan kompor tanpa ada yang mengawasi. Karena itu, tadi aku memanaskan air dengan dispenser untuk membuat mie instan. Aku membuat 2 mangkok mie, 1 untukku, lalu 1 lagi untuk ayah. Tapi ayah belum pulang-pulang juga, maka aku menaruhnya di kamar dan menutupnya dengan selimut supaya tetap hangat. Aku lalu menunggu sambil nonton tv tetapi ternyata aku tertidur dan tidak sempat memberitahu ayah. Maafkan aku ayah..”.

- - - - - - - - - - -

Seandainya kamu adalah ayahnya, bagaimana perasaanmu mendengarnya?
Jika mie yang sudah disiapkan, ternyata tidak sesuai harapan, baik rasa, wujud, atau penampilan, atau jika apa yang dilakukan si anak tampak tidak berguna, apakah itu berarti si anak tidak berhasil memberi perhatian?

Mungkin saja itu hanya semacam tidak mengenali bentuk cinta (karena tertutup mie rebus :p ) .

*the story is applicable for everyone, not limited to father and son

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Watukodok dan OLI

Jogja mempunyai begitu banyak tempat wisata, termasuk wisata pantai. Kalau ditanya, pantai apa saja yang Anda tahu di kota pelajar ini? Pasti kata pertama adalah Parangtritis. Ya, memang tidak salah karena Parangtritis memang pantai yang cukup terkenal di sana. Mungkin ada juga yang menyebutkan pantai Depok, Baron, Kukup, Drini, atau Indrayanti. Empat yang disebut terakhir adalah beberapa pantai indah dari sekian banyak pantai di Gunungkidul. Kali ini saya akan mencoba berbagi tentang sesuatu yang menarik di antara pantai-pantai indah itu, di mana 29 Juni 2014 yang lalu saya berkesempatan berkunjung ke sana. Berangkat dari Jogja, mbah Cokro “setres”, mengantar kami menuju pesisir selatan Gunungkidul.  Kami melewati perbukitan yang penuh tanjakan dan turunan tajam, serta kelokan-kelokan yang sepertinya tak ada habisnya. Persis di bukit Patuk, di sisi sebelah kanan jalan tampak view Jogja dari atas. Barisan rumah penduduk, persawahan, pepohonan, jalan-jal...

Hidroponik trial 300520, 030620, 070620, 160620

Sekedar untuk menyimpan. Ini adalah dokumentasi foto-foto hidroponik yang diambil di Mei-Juni 2020. Beberapa tanaman masih trial awal, jadi hasilnya belum memuaskan.  Maaf jika tampilannya masih belum rapi. No. 1-7 = Foto 300520, 030620, 070620, 160620 secara berurutan. 1. Sawi Samhong, masih trial, awalnya kurang cahaya matahari.        2. Sawi (kalau tidak salah), masih trial, awalnya kurang cahaya matahari.       3. Pakchoy & sawi (mix)     4. Pakchoy     5. Pakchoy   6.     (- belum difoto lagi) (-sudah dipanen) 7.   (blm difoto lagi)    (- sudah dipanen) 8. Foto hidroponik 070620, 160620 = A.    B.     C.  (pindah tanam 1 Juni 2020) D.  (pindah tanam 6 Juni 2020) E.       (ini adalah sisa-sisa trial yang belum berhasil ter...

Begini cara membuat tablet

Hey friends... Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu tentang cara membuat tablet. Ya, tablet. Tapi tolong jangan dulu berpikir tentang prosesor, RAM, memori intenal, resolusi kamera, dimensi layar, dsb. Singkirkan segala yang berhubungan dengan gadget karena yang akan saya bicarakan di sini adalah tablet yang biasa kita minum kalau sedang sakit. Pada umumnya, sebagian besar tablet mengandung lebih sedikit bahan aktif jika dibandingkan bahan penolongnya (baca: eksipien). Sebagai contoh, misalnya tablet CTM 4 mg dibuat menjadi tablet dengan bobot total 1 0 0 mg. Mengapa begitu? Volume 4 mg CTM itu sangat kecil, kira-kira hanya ½ dari sebutir beras. Bisa dibayangkan, bagaimana cara mencetak serbuk sesedikit itu. Oleh karena itu lah ditambahkan eksipien agar jumlahnya mencukupi untuk bisa dicetak. Di sini kita akan menggunakan salah satu metode pembuatan tablet dengan cara granulasi basah. Apakah itu? Secara sederhana, granulasi adalah proses untuk menghasilkan granu...