Teks dengan font khas
bertuliskan “Connecting people”
baru saja terlihat di layar kaca. Tanpa menyebutkan brandnya,
saya rasa Anda sudah bisa langsung mengerti iklan apa yang saya
maksud. Bahkan mungkin, hanya dengan mendengar suara yang saat “welcoming note” di HP-nya secara
langsung, Anda pasti sudah tahu. Itulah yang disebut dengan branding.
Nah, dalam
#10daysforASEAN hari ketiga ini, saya mendapat tantangan soal
branding. Bukan branding produk tetapi branding
nation.
Negara tetangga kita
Malaysia, cukup berhasil membuat branding dengan “Truly
Asia” nya. Banyak negara-negara di luar pun
mengasosiasikan Malaysia sebagai representasi Asia.
Padahal slogan “Malaysia
- Truly Asia” tidaklah sehebat yang kita
pikir. Malaysia mengklaim dirinya sebagai “Asia yang sebenarnya”
apakah memang sudah mewakili Asia yang sebenarnya. Tentu kita bisa
mengamati Malaysia selama ini seperti apa. Memang tak bisa dipungkiri
bahwa Malaysia lebih maju pembangunannya dan mempunyai pariwisata yang menjadi daya tarik bagi negara-negara Asia Tenggara
lainnya. Tetapi saya rasa, negara Indonesia dan wisatanya sebenarnya
jauh lebih beragam dan menarik. Oleh karena itu,
seharusnya kita bisa dikenal dengan lebih baik di kancah internasional.
Dulu Indonesia sudah
pernah mempunyai slogan “Ultimate in
diversity”. Pada dasarnya, slogan ini mendalam
maknanya, sekaligus sebagai simbol kebanggaan bangsa Indonesia yg
memiliki ragam budaya, ras, agama, dan suku yang bernaung dalam suatu
sistem. Keanekaragaman Indonesia merupakan kekayaan yang tak ternilai
harganya, dan bisa dipromosikan sebagai daya tarik. Inilah yang harus
kita tunjukkan kepada bangsa-bangsa lain.
Jika kita menyimak
negara-negara lain di luar Asia Tenggara, banyak negara yang memiliki
branding cukup kuat, misalnya Japan – endless discovery,
Korea – be inspired, Taiwan – the
heart of Asia. Tentu kita
setuju dengan slogan-slogan tersebut, karena memang benar demikian
persepsi kita terhadap negara tersebut. Saya yakin bahwa
negara-negara lain pun sebenarnya sudah membangun brand, dan tidak
ada slogan yang buruk.
Tari kecak di Bali, rumah
Gadang di Sumatra Barat, lagu Apuse di Irian Jaya, kain ulos dari
Batak, kain batik dari Jawa, adalah sebagian kecil kebudayaan yang
dimiliki Indonesia. Tradisi yang masih dipegang teguh di berbagai
daerah, seperti Ngaben, Sekaten, Karo Siadi, dsb, mampu menjadi daya
tarik karena keunikannya. Peninggalan sejarah yang menjadi saksi
kejayaan kerajaan di masa lampau seperti candi dan prasasti, juga
menjadi warisan budaya tak ternilai harganya. Keberadaan Indonesia di
jalur khatulistiwa memberikan banyak keuntungan sebagai negara tropis
yang dikaruniai dengan berbagai flora, fauna, dan berbagai keindahan
alam. Taman laut Bunaken dan Kepulauan Raja Ampat adalah contoh
pariwisata alam yang tak perlu lagi dipertanyakan keindahannya.
Bahkan masih banyak lagi kebudayaan, peninggalan sejarah,
tempat-tempat indah yang sebenarnya hingga sekarang belum terjamah
dan dieksplorasi. Begitu banyak keunikan negeri ini, dan sepertinya
tidak ada habis-habisnya jika kita membicarakan, dan semuanya sungguh
mengagumkan dan membanggakan.
“Indonesia –
The infinite enchantment”
Konsep branding
nation mengandung makna harapan/janji yang akan dicapai
oleh negara dan mewujudkannya secara unik dan berbeda dengan negara
lain. Harapan yang tersirat dalam brand selayaknya menjadi pendorong
segala aktifitas yang dilakukan pemerintah dan warga negaranya.
Memperkenalkan Indonesia
dengan brand nation baru sebagai upaya untuk
mengembangkan sektor pariwisata dan investasi memang bukan hal mudah.
Hal ini dapat diawali dengan mengubah persepsi negatif yang selama
ini muncul dari dunia internasional. Sikap-sikap tidak bermoral, kondisi
dalam negeri yang tidak kondusif, kejahatan, dan kekerasan hendaknya
diubah atau dihilangkan, supaya Indonesia dapat lebih diterima oleh
dunia internasional dengan persepsi yang lebih baik. Langkah selanjutnya adalah memberikan pemahaman
atau sosialiasi kepada warga negara tentang pesan yang tersirat dalam
brand. Akan sangat sulit mempromosikan brand nation
Indonesia, jika tidak disertai perubahan perilaku masyarakatnya.
Saya menyadari bahwa
masih banyak yang perlu dipelajari pemerintah dalam upaya
menggalakkan branding nation. Namun, demikian
sebagai warga negara selayaknya kita memberikan dukungan agar
masyarakat ASEAN dan dunia internasional semakin mengenal Indonesia
sesuai brand nation nya.
Semoga Indonesia memang
sungguh dapat dikenal karena memiliki “pesona yang tiada habisnya”.
Komentar