Langsung ke konten utama

Ingatkah kau pada mentari ?


Ia tampak memerah merona di ujung senja setelah seharian ini ia menerangi bumi dengan sinarnya.

Sejenak kupandangi ia, yang perlahan-lahan tampak meredup dan akhirnya tenggelam, hanya meninggalkan gelap. Aku rasa ia tak terlalu peduli dengan ku yang sejak tadi memperhatikan, melihat keindahannya. Begitu pula ia sepertinya tak ambil pusing saat siang tadi banyak yang mengeluh, begitu panasnya dunia ini, sementara di belahan dunia yang lain, banyak yang merasa kedinginan hingga menggigil.

Ia hanya bersinar setiap hari. Terbit di ufuk timur, saat orang-orang mulai terbangun bersama dengan berkokoknya ayam, bersinar terik di siang hari untuk mengeringkan jemuran, lalu tenggelam di sore hari, saat banyak orang sudah merasa cukup capai dengan aktivitasnya. Begitulah ia jalani setiap hari sebagai suatu rutinitas. Kadang-kadang ia merasa dibutuhkan, kadang diabaikan, kadang malah dimaki karena membuat keadaan tidak nyaman di bumi. Meski begitu ia tidak pernah ingin meredup ataupun berhenti bersinar selama ia  masih bisa. Kau akan bisa melihatnya lagi esok pagi, mungkin sambil malu-malu, atau mungkin saja malah dengan lebih bersemangat menemani hari-harimu. 

Hari ini pun, tentu ia bermaksud baik padamu dan padaku dengan menerangi bumi, tanpa melihat apakah kau bersikap baik juga. Ia tak pernah menghukummu dengan tidak memberimu terang dan kehangatan  jika ternyata kau pernah mengambil sesuatu yang bukan milikmu, berbohong, atau mengatakan hal yang menyakiti orang lain, ataupun bahkan dia sendiri. Ia juga tak memberikan cahaya yang lebih terang kepada yang suka memberi sedekah, membantu orang yang tak mampu, ataupun  yang tersenyum kepada orang yang merendahkan. 

Di saat malam tiba, ia rela menyediakan sinarnya bagi rembulan yang akan memantulkan sinarnya ke bumi dengan lembut. Sementara tak terlihat oleh dunia, ia  memberikan sinarnya kepada bulan, sehingga bulan tampak indah, dan bulanlah yang dipuji, bukan dirinya. 

Sebenarnya setiap saat ia  hanya bertugas untuk bersinar, tetapi justru sinarnya itu lah yang sebenarnya mendatangkan banyak manfaat, mempermudah hampir segala kegiatan keseharianmu, tanpa kau sadari. Tetapi kau  bahkan tak peduli, lupa berterima kasih karena kau pikir memang sudah selayaknya ia begitu. 

Ia memberi dan terus memberi, dan  kau terus menerima dan menerima, tanpa berterima kasih sedikitpun. Ketika segala sesuatu berjalan dengan baik dan normal, sepertinya tak mungkin kau ingat kepadanya. Tetapi coba bayangkan sebentar. Apa yang akan terjadi seandainya tiba-tiba ia ngambek dan tak mau bersinar lagi. Bukan hanya sehari, dua hari, tetapi selamanya. Dua puluh empat jam menjadi gelap seperti malam, dan tak ada bulan yang menerangi. Tak ada makanan karena tak ada tumbuhan yang tumbuh dan berbuah. Tak ada hewan karena merekapun hidup dari makan tumbuhan. Betapa kacaunya dunia. Mungkin di saat-saat seperti itulah kau akan mengingat dan menganggapnya penting dan berharga.  

Jika kau masih melihatnya hari ini, berterima kasihlah karena ia telah diciptakan dan ia mau berbagi kebaikan denganmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Watukodok dan OLI

Jogja mempunyai begitu banyak tempat wisata, termasuk wisata pantai. Kalau ditanya, pantai apa saja yang Anda tahu di kota pelajar ini? Pasti kata pertama adalah Parangtritis. Ya, memang tidak salah karena Parangtritis memang pantai yang cukup terkenal di sana. Mungkin ada juga yang menyebutkan pantai Depok, Baron, Kukup, Drini, atau Indrayanti. Empat yang disebut terakhir adalah beberapa pantai indah dari sekian banyak pantai di Gunungkidul. Kali ini saya akan mencoba berbagi tentang sesuatu yang menarik di antara pantai-pantai indah itu, di mana 29 Juni 2014 yang lalu saya berkesempatan berkunjung ke sana. Berangkat dari Jogja, mbah Cokro “setres”, mengantar kami menuju pesisir selatan Gunungkidul.  Kami melewati perbukitan yang penuh tanjakan dan turunan tajam, serta kelokan-kelokan yang sepertinya tak ada habisnya. Persis di bukit Patuk, di sisi sebelah kanan jalan tampak view Jogja dari atas. Barisan rumah penduduk, persawahan, pepohonan, jalan-jal...

Hidroponik trial 300520, 030620, 070620, 160620

Sekedar untuk menyimpan. Ini adalah dokumentasi foto-foto hidroponik yang diambil di Mei-Juni 2020. Beberapa tanaman masih trial awal, jadi hasilnya belum memuaskan.  Maaf jika tampilannya masih belum rapi. No. 1-7 = Foto 300520, 030620, 070620, 160620 secara berurutan. 1. Sawi Samhong, masih trial, awalnya kurang cahaya matahari.        2. Sawi (kalau tidak salah), masih trial, awalnya kurang cahaya matahari.       3. Pakchoy & sawi (mix)     4. Pakchoy     5. Pakchoy   6.     (- belum difoto lagi) (-sudah dipanen) 7.   (blm difoto lagi)    (- sudah dipanen) 8. Foto hidroponik 070620, 160620 = A.    B.     C.  (pindah tanam 1 Juni 2020) D.  (pindah tanam 6 Juni 2020) E.       (ini adalah sisa-sisa trial yang belum berhasil ter...

Begini cara membuat tablet

Hey friends... Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu tentang cara membuat tablet. Ya, tablet. Tapi tolong jangan dulu berpikir tentang prosesor, RAM, memori intenal, resolusi kamera, dimensi layar, dsb. Singkirkan segala yang berhubungan dengan gadget karena yang akan saya bicarakan di sini adalah tablet yang biasa kita minum kalau sedang sakit. Pada umumnya, sebagian besar tablet mengandung lebih sedikit bahan aktif jika dibandingkan bahan penolongnya (baca: eksipien). Sebagai contoh, misalnya tablet CTM 4 mg dibuat menjadi tablet dengan bobot total 1 0 0 mg. Mengapa begitu? Volume 4 mg CTM itu sangat kecil, kira-kira hanya ½ dari sebutir beras. Bisa dibayangkan, bagaimana cara mencetak serbuk sesedikit itu. Oleh karena itu lah ditambahkan eksipien agar jumlahnya mencukupi untuk bisa dicetak. Di sini kita akan menggunakan salah satu metode pembuatan tablet dengan cara granulasi basah. Apakah itu? Secara sederhana, granulasi adalah proses untuk menghasilkan granu...