Ia tampak memerah merona di ujung
senja setelah seharian ini ia menerangi bumi dengan sinarnya.
Sejenak kupandangi ia, yang
perlahan-lahan tampak meredup dan akhirnya tenggelam, hanya meninggalkan gelap.
Aku rasa ia tak terlalu peduli dengan ku yang sejak tadi memperhatikan, melihat
keindahannya. Begitu pula ia sepertinya tak ambil pusing saat siang tadi banyak
yang mengeluh, begitu panasnya dunia ini, sementara di belahan dunia yang lain,
banyak yang merasa kedinginan hingga menggigil.
Ia hanya bersinar setiap hari.
Terbit di ufuk timur, saat orang-orang mulai terbangun bersama dengan
berkokoknya ayam, bersinar terik di siang hari untuk mengeringkan jemuran, lalu
tenggelam di sore hari, saat banyak orang sudah merasa cukup capai dengan aktivitasnya.
Begitulah ia jalani setiap hari sebagai suatu rutinitas. Kadang-kadang ia
merasa dibutuhkan, kadang diabaikan, kadang malah dimaki karena membuat keadaan
tidak nyaman di bumi. Meski begitu ia tidak pernah ingin meredup ataupun
berhenti bersinar selama ia masih bisa. Kau
akan bisa melihatnya lagi esok pagi, mungkin sambil malu-malu, atau mungkin
saja malah dengan lebih bersemangat menemani hari-harimu.
Hari ini pun, tentu ia bermaksud
baik padamu dan padaku dengan menerangi bumi, tanpa melihat apakah kau bersikap
baik juga. Ia tak pernah menghukummu dengan tidak memberimu terang dan
kehangatan jika ternyata kau pernah mengambil
sesuatu yang bukan milikmu, berbohong, atau mengatakan hal yang menyakiti orang
lain, ataupun bahkan dia sendiri. Ia juga tak memberikan cahaya yang lebih
terang kepada yang suka memberi sedekah, membantu orang yang tak mampu, ataupun
yang tersenyum kepada orang yang
merendahkan.
Di saat malam tiba, ia rela
menyediakan sinarnya bagi rembulan yang akan memantulkan sinarnya ke bumi
dengan lembut. Sementara tak terlihat oleh dunia, ia memberikan sinarnya kepada bulan, sehingga
bulan tampak indah, dan bulanlah yang dipuji, bukan dirinya.
Sebenarnya setiap saat ia hanya bertugas untuk bersinar, tetapi justru sinarnya
itu lah yang sebenarnya mendatangkan banyak manfaat, mempermudah hampir segala
kegiatan keseharianmu, tanpa kau sadari. Tetapi kau bahkan tak peduli, lupa berterima kasih karena
kau pikir memang sudah selayaknya ia begitu.
Ia memberi dan terus memberi, dan kau terus menerima dan menerima, tanpa
berterima kasih sedikitpun. Ketika segala sesuatu berjalan dengan baik dan
normal, sepertinya tak mungkin kau ingat kepadanya. Tetapi coba bayangkan
sebentar. Apa yang akan terjadi seandainya tiba-tiba ia ngambek dan tak mau
bersinar lagi. Bukan hanya sehari, dua hari, tetapi selamanya. Dua puluh empat
jam menjadi gelap seperti malam, dan tak ada bulan yang menerangi. Tak ada
makanan karena tak ada tumbuhan yang tumbuh dan berbuah. Tak ada hewan karena
merekapun hidup dari makan tumbuhan. Betapa kacaunya dunia. Mungkin di
saat-saat seperti itulah kau akan mengingat dan menganggapnya penting dan
berharga.
Jika kau masih melihatnya hari
ini, berterima kasihlah karena ia telah diciptakan dan ia mau berbagi kebaikan
denganmu.
Komentar