Langsung ke konten utama

Kutunggu kau di sini..salon Thailand

Saya baru tahu hari Minggu kemarin kalau tanggal 24 Agustus ternyata ada acara sosialisasi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 di Caraka Loka. Sebenarnya sayang sekali tidak bisa ikut, apalagi acaranya terbuka untuk umum dan gratis.. Tetapi masih untunglah kemarin saya masih bisa mendaftar untuk mengikuti #10daysforASEAN yang dimulai hari ini.

Isu pertama yang dibahas adalah munculnya salon Thailand di tengah keberadaan salon lokal.
Wah, salon Thailand itu seperti apa ya, soalnya ke ke Thailand saja saya belum pernah.

Saya rasa, setiap wanita tentu menginginkan penampilannya selalu cantik dan menarik. Oleh karena itu setiap detil dari ujung rambut sampai ujung kaki selalu diperhatikan agar tampil mempesona siapapun yang melihatnya. Tidak jarang juga wanita berganti model dan warna rambut, kadang lurus, keriting, dsb. Karena alasan itulah, maka salon kecantikan menjadi tempat favorit bagi wanita. Maka tak perlu heran jika saat ini banyak bermunculan salon kecantikan di mana-mana. Tak terkecuali, di dekat tempat kos saya pun ada beberapa. 


Kalau kita amati, salon seperti apa yang ramai dikunjungi pelanggannya? Pasti bisa dibayangkan, yang produknya bagus, pelayanannya baik, karyawannya ramah, tidak ribet pembayarannya, dsb. Konsumen yang mendapatkan pelayanan yang baik, akan merasa puas, dan tidak merasa rugi mengeluarkan uang. Standar pelayanan yang tinggi yang diterapkan oleh pelaku usaha dalam hal ini salon, akan mempengaruhi loyalitas pelanggannya.

Standar salon kecantikan, salah satunya ditentukan oleh kompetensi orang-orang yang menjalankan usaha tersebut. Seperti halnya apoteker dan dokter yang dituntut untuk memenuhi standar kompetensi untuk dapat menjalankan prakteknya sebagai tenaga kesehatan dengan baik, maka orang yang menjalankan usaha salon kecantikan juga perlu mempunyai sertifikat kompetensi.
Uji Kompetensi di bidang kecantikan amat diperlukan untuk memberikan pelayanan profesional. Sertifikasi kompetensi memberikan keyakinan bagi pengguna jasa kalau layanan kecantikan yang dilakukan aman dan bertanggungjawab serta menghindari terjadinya mal praktek di bidang kecantikan.

Secara lebih luas, standar pengelolaan salon juga menyangkut segala hal yang dikerjakan dan dituangkan dalam prosedur tetap. Memang terdengar menggelikan kalau semua yang dilakukan di salon diatur. Tetapi memang demikianlah kalau kita mau melakukan sertifikasi pada bidang usaha, apapun itu.

Mengapa harus susah-susah sertifikasi ? Tidak pakai sertifikasi kan tidak apa-apa. Pertanyaan seperti itu sah-sah saja, karena memang belum ada keharusan bagi bidang usaha jasa seperti salon untuk memenuhinya.
Namun, jika ada yang usaha jasa yang melakukannya, bukankah itu menjadi nilai tambah dan merupakan kelebihan dan bisa menarik minat konsumen? Kita bisa melihat, produk-produk yang dijual pun kini pun banyak yang sudah mencantumkan label sertifikasi di kemasannya, misalnya “ISO 22000”, “ISO 9001”, “halal”, dsb.

Segala proses dan standarisasi bertujuan untuk menghasilkan mutu yang baik. Mutu yang baik menjadikan pelaku usaha mempunyai daya saing dengan produk dan jasa lainnya.

Nah, kembali ke salon Thailand yang dikelola secara profesional dan bersertifikat internasional tadi. Sertifikat internasional menunjukkan bahwa pelayanan yang dilakukan telah diakui mengikuti standar yang berlaku secara internasional.
Jika nanti mereka kemudian memperluas jaringan bisnis di Indonesia, karena mereka tahu bahwa Indonesia adalah pasar yang menggiurkan, tentu kita tidak bisa melarangnya. Apalagi Komunitas ASEAN sudah ditetapkan tahun 2015. 

Tak dapat dipungkiri, persaingan akan semakin terbuka, dan hal itu adalah tantangan sekaligus peluang. Memang tak cukup banyak waktu menuju 2015, namun bukan berarti kita hanya bisa diam tak perlu berbuat apa-apa. Justru untuk itulah kita perlu terus mempersiapkan SDM sebaik-baiknya, yang memiliki nilai tambah untuk menjadi keunggulan daya saing.
Biarkan saja kalau nanti salon-salon dari negara tetangga bermunculan di Indonesia, asal SDM kita siap, saya pikir salon lokal tidak perlu takut menghadapinya.:)
Kutunggu kau di sini..salon Thailand.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Watukodok dan OLI

Jogja mempunyai begitu banyak tempat wisata, termasuk wisata pantai. Kalau ditanya, pantai apa saja yang Anda tahu di kota pelajar ini? Pasti kata pertama adalah Parangtritis. Ya, memang tidak salah karena Parangtritis memang pantai yang cukup terkenal di sana. Mungkin ada juga yang menyebutkan pantai Depok, Baron, Kukup, Drini, atau Indrayanti. Empat yang disebut terakhir adalah beberapa pantai indah dari sekian banyak pantai di Gunungkidul. Kali ini saya akan mencoba berbagi tentang sesuatu yang menarik di antara pantai-pantai indah itu, di mana 29 Juni 2014 yang lalu saya berkesempatan berkunjung ke sana. Berangkat dari Jogja, mbah Cokro “setres”, mengantar kami menuju pesisir selatan Gunungkidul.  Kami melewati perbukitan yang penuh tanjakan dan turunan tajam, serta kelokan-kelokan yang sepertinya tak ada habisnya. Persis di bukit Patuk, di sisi sebelah kanan jalan tampak view Jogja dari atas. Barisan rumah penduduk, persawahan, pepohonan, jalan-jal...

Hidroponik trial 300520, 030620, 070620, 160620

Sekedar untuk menyimpan. Ini adalah dokumentasi foto-foto hidroponik yang diambil di Mei-Juni 2020. Beberapa tanaman masih trial awal, jadi hasilnya belum memuaskan.  Maaf jika tampilannya masih belum rapi. No. 1-7 = Foto 300520, 030620, 070620, 160620 secara berurutan. 1. Sawi Samhong, masih trial, awalnya kurang cahaya matahari.        2. Sawi (kalau tidak salah), masih trial, awalnya kurang cahaya matahari.       3. Pakchoy & sawi (mix)     4. Pakchoy     5. Pakchoy   6.     (- belum difoto lagi) (-sudah dipanen) 7.   (blm difoto lagi)    (- sudah dipanen) 8. Foto hidroponik 070620, 160620 = A.    B.     C.  (pindah tanam 1 Juni 2020) D.  (pindah tanam 6 Juni 2020) E.       (ini adalah sisa-sisa trial yang belum berhasil ter...

Begini cara membuat tablet

Hey friends... Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu tentang cara membuat tablet. Ya, tablet. Tapi tolong jangan dulu berpikir tentang prosesor, RAM, memori intenal, resolusi kamera, dimensi layar, dsb. Singkirkan segala yang berhubungan dengan gadget karena yang akan saya bicarakan di sini adalah tablet yang biasa kita minum kalau sedang sakit. Pada umumnya, sebagian besar tablet mengandung lebih sedikit bahan aktif jika dibandingkan bahan penolongnya (baca: eksipien). Sebagai contoh, misalnya tablet CTM 4 mg dibuat menjadi tablet dengan bobot total 1 0 0 mg. Mengapa begitu? Volume 4 mg CTM itu sangat kecil, kira-kira hanya ½ dari sebutir beras. Bisa dibayangkan, bagaimana cara mencetak serbuk sesedikit itu. Oleh karena itu lah ditambahkan eksipien agar jumlahnya mencukupi untuk bisa dicetak. Di sini kita akan menggunakan salah satu metode pembuatan tablet dengan cara granulasi basah. Apakah itu? Secara sederhana, granulasi adalah proses untuk menghasilkan granu...